Kotabumi (SL) - LSM Lampura Lampung Utara mendesak Bupati Agung Ilmu
Mangkunegara segera menutup atau membubarkan Perusahaan Daerah (PD)
Lampura Niaga yang selalu merugi tiap tahunnya.
"PD. Lampura Niaga itu perusahaan sakit. Masa rugi terus tiap
tahunnya?!. Eloknya pak Bupati tutup saja perusahaan itu," tegas
Sekretaris LSM Lampura, Samsuri, Rabu (6/8).
Keadaan yang selalu merugi tiap tahunnya tersebut berbanding terbalik
dengan gelontoran dana yang telah diberikan oleh Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Lampung Utara (Lampura) sejak perusahaan dimaksud berdiri
sekitar tahun 2007 silam. Dimana setiap tahunnya, Pemkab selalu
menggelontorkan dana tak kurang dari Rp. 500 juta agar perusahaan
dimaksud dapat berkembang dan memberikan sumbagsih nyata dalam
pembangunan di Lampura. "Kok bisa mereka tiap tahun merugi?. Mereka
kan disubsidi Rp. 500 juta pertahunnya. Kalau seperti ini, lebih baik
dibuarkan saja perusahaan itu ketimbang jadi beban anggaran kita,"
ketus dia.
Ia juga menyoroti kebijakan yang diambil oleh pengurus PD. Lampura
Niaga yang tidak menerapkan sistem sita aset dan jangka waktu
peminjaman modal kepada para nasabahnnya. Menurutnya, kebijakan
dimaksud terbilang aneh dan cenderung 'ngawur'. Parahnya lagi, meski
kondisi seperti ini (rugi) telah berlangsung lama, para pengurus mulai
dari Direktur Utama, Direktur Umum, Direktur Usaha, hingga Badan
Pengawas sepertinya tidak memiliki komitmen nyata untuk membawa PD.
Lampura Niaga ini ke ambang yang lebih baik. "Mestinya, para pejabat
yang ada dilingkaran PD. Itu membuat terobosan - terobosan bagaimana
caranya membuat perusahaan ini tidak selalu rugi. Jangan dibiarkan
selalu rugi donk!" tutupnya mengakhiri pembicaraan.
Sebelumnya, Lantaran menerapkan sistem yang tak jelas, gelontoran dana
miliaran rupiah yang dikeluarkan Perusahaan Daerah (PD) Lampura Niaga
Lampung Utara (Lampura) kepada para nasabahnya terancam hilang
percuma. Sistem dimaksud yakni PD. Lampura Niaga tidak menerapkan
sistem sita aset kepada para nasabah yang menunggak angsuran pinjaman
kepada pihaknya. Parahnya lagi, Kesepakatan Bersama atau Memorandum of
Understanding (MoU) antara pihaknya dengan nasabah tak ubahnya seperti
perjanjian jual beli karena tak memiliki batas waktu pinjaman.
Akibatnya, keberadaan agunan atau jaminan dari para nasabah baik
berupa sertifikat tanah, sertifikat rumah, serta Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) bak sebuah pajangan penghias laci meja tanpa
bisa dimanfaatkan.
"Total dana yang telah kita pinjamkan kepada para nasabah sejak tahun
2007 hingga kini sekitar Rp. 1,3 Miliar. Dana itu berasal dari APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Lampura," kata Direktur Utama
PD. Lampura Niaga, M. Yusuf Baginda, dikantornya, Selasa (5/8).
Ia membenarkan, hampir sebagian besar nasabahnya banyak yang macet
dalam melakukan pengangsuran pinjaman. Bahkan, ada sejumlah nasabah
yang telah menunggak selama beberapa tahun. "Hampir sekitar 45 persen
dari seratus nasabah kita yang macet angsurannya. Sayangnya, dalam MoU
antara kita dan nasabah, tidak disebutkan kita bisa menyita aset
nasabah yang menunggak angsurannya," ucap dia.
Banyaknya para nasabah macet ini, menurutnya, disebabkan ketidakjelian
para pejabat PD. Lampura Niaga sebelum dirinya menjabat dalam mencari
para nasabah. "Banyak pinjaman yang tidak tepat sasaran," imbuhnya
lagi.
Secara tersirat, pria paruh baya ini mengakui akibat banyaknya nasabah
macet tersebut, keuangan perusahaan yang dikelolanya selalu merugi
setiap tahunnya. "Kalau berdasarkan laporan keuangan, kita itu rugi.
Tapi kalau berdasarkan nilai aset, kita tidak rugi karena nilai aset
dari agunan nasabah nilainya sangat besar," katanya.(Feaby)
Mangkunegara segera menutup atau membubarkan Perusahaan Daerah (PD)
Lampura Niaga yang selalu merugi tiap tahunnya.
"PD. Lampura Niaga itu perusahaan sakit. Masa rugi terus tiap
tahunnya?!. Eloknya pak Bupati tutup saja perusahaan itu," tegas
Sekretaris LSM Lampura, Samsuri, Rabu (6/8).
Keadaan yang selalu merugi tiap tahunnya tersebut berbanding terbalik
dengan gelontoran dana yang telah diberikan oleh Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Lampung Utara (Lampura) sejak perusahaan dimaksud berdiri
sekitar tahun 2007 silam. Dimana setiap tahunnya, Pemkab selalu
menggelontorkan dana tak kurang dari Rp. 500 juta agar perusahaan
dimaksud dapat berkembang dan memberikan sumbagsih nyata dalam
pembangunan di Lampura. "Kok bisa mereka tiap tahun merugi?. Mereka
kan disubsidi Rp. 500 juta pertahunnya. Kalau seperti ini, lebih baik
dibuarkan saja perusahaan itu ketimbang jadi beban anggaran kita,"
ketus dia.
Ia juga menyoroti kebijakan yang diambil oleh pengurus PD. Lampura
Niaga yang tidak menerapkan sistem sita aset dan jangka waktu
peminjaman modal kepada para nasabahnnya. Menurutnya, kebijakan
dimaksud terbilang aneh dan cenderung 'ngawur'. Parahnya lagi, meski
kondisi seperti ini (rugi) telah berlangsung lama, para pengurus mulai
dari Direktur Utama, Direktur Umum, Direktur Usaha, hingga Badan
Pengawas sepertinya tidak memiliki komitmen nyata untuk membawa PD.
Lampura Niaga ini ke ambang yang lebih baik. "Mestinya, para pejabat
yang ada dilingkaran PD. Itu membuat terobosan - terobosan bagaimana
caranya membuat perusahaan ini tidak selalu rugi. Jangan dibiarkan
selalu rugi donk!" tutupnya mengakhiri pembicaraan.
Sebelumnya, Lantaran menerapkan sistem yang tak jelas, gelontoran dana
miliaran rupiah yang dikeluarkan Perusahaan Daerah (PD) Lampura Niaga
Lampung Utara (Lampura) kepada para nasabahnya terancam hilang
percuma. Sistem dimaksud yakni PD. Lampura Niaga tidak menerapkan
sistem sita aset kepada para nasabah yang menunggak angsuran pinjaman
kepada pihaknya. Parahnya lagi, Kesepakatan Bersama atau Memorandum of
Understanding (MoU) antara pihaknya dengan nasabah tak ubahnya seperti
perjanjian jual beli karena tak memiliki batas waktu pinjaman.
Akibatnya, keberadaan agunan atau jaminan dari para nasabah baik
berupa sertifikat tanah, sertifikat rumah, serta Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) bak sebuah pajangan penghias laci meja tanpa
bisa dimanfaatkan.
"Total dana yang telah kita pinjamkan kepada para nasabah sejak tahun
2007 hingga kini sekitar Rp. 1,3 Miliar. Dana itu berasal dari APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Lampura," kata Direktur Utama
PD. Lampura Niaga, M. Yusuf Baginda, dikantornya, Selasa (5/8).
Ia membenarkan, hampir sebagian besar nasabahnya banyak yang macet
dalam melakukan pengangsuran pinjaman. Bahkan, ada sejumlah nasabah
yang telah menunggak selama beberapa tahun. "Hampir sekitar 45 persen
dari seratus nasabah kita yang macet angsurannya. Sayangnya, dalam MoU
antara kita dan nasabah, tidak disebutkan kita bisa menyita aset
nasabah yang menunggak angsurannya," ucap dia.
Banyaknya para nasabah macet ini, menurutnya, disebabkan ketidakjelian
para pejabat PD. Lampura Niaga sebelum dirinya menjabat dalam mencari
para nasabah. "Banyak pinjaman yang tidak tepat sasaran," imbuhnya
lagi.
Secara tersirat, pria paruh baya ini mengakui akibat banyaknya nasabah
macet tersebut, keuangan perusahaan yang dikelolanya selalu merugi
setiap tahunnya. "Kalau berdasarkan laporan keuangan, kita itu rugi.
Tapi kalau berdasarkan nilai aset, kita tidak rugi karena nilai aset
dari agunan nasabah nilainya sangat besar," katanya.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar