Kotabumi (SL) – Sekitar 8 ribu
hektar tanah di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) diduga bermasalah dan rentan
memicu konflik terbuka dikalangan masyarakat setempat. Sebab, ribuan hektar
tanah tersebut hingga saat ini belum memiliki status hukum yang jelas alias
abu-abu.
Berdasarkan daftar inventarisir
permasalahan sengketa lahan tahun 2012 dari Pemkab Lampura, tercatat 8 ribu
hektar lebih sedang dalam sengketa. Disamping 8 ribu hektar yang diduga
bermasalah tersebut, masih terdapat 58 bidang lahan sengketa antara pihak Pemukiman
Angakatan Laut (Kimal) Lampung dengan masyarakat yang berada disekitar lokasi.
Belum jelasnya status hukum tanah
tersebut membuktikan kinerja Pemkab setempat sangat lamban dalam menangani
persoalan yang berpotensi besar memicu konflik antar masyarakatnya.
Kabag Tata Pemerintahan (Tapem)
Pemkab setempat, I Wayan Gunawan mengakui bahwa setidaknya terdapat delapan
ribu hektar lebih lahan sengketa diwilayahnya. “Kita sudah lakukan berbagai
langkah untuk mencari penyelesaiannya,” terang dia, Kamis (28/2).
Wayan menjabarkan lahan sengketa
tersebut yakni tersebar dibeberapa Kecamatan Lampura seperti Kecamatan Hulu
Sungkai, Kotabumi Utara, Kecamatan Bunga Mayang, Kecamatan Sungkai Utara.
Untuk Kecamatan Hulu Sungkai,
kata dia, sengketa lahan terjadi antara masyarakat Desa Tulungbuyut, Kecamatan
Hulu Sungkai dengan PT. KAP. Dimana, masyarakat setempat meminta pengelolaan
daerah disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Tulung Buyut seluas 1.005,3951
kepada PT. KAP karena lahan itu dianggap tanah ulayat.
“Lalu, sengketa lahan Kemudian seluas 48 hektar di Kecamatan Kotabumi Utara berupa permohonan penerbitan buku sertifikat hak milik pada tahun 2001-an yang lalu,” bebernya. Dimana, meski buku sertifikat sudah diterbitkan oleh BPN, namun masyarakat tidak bisa mengelola karena dilarang oleh pihak Kimal yang menganggap lahan tersebut milik TNI AL,” terangnya.
“Lalu, sengketa lahan Kemudian seluas 48 hektar di Kecamatan Kotabumi Utara berupa permohonan penerbitan buku sertifikat hak milik pada tahun 2001-an yang lalu,” bebernya. Dimana, meski buku sertifikat sudah diterbitkan oleh BPN, namun masyarakat tidak bisa mengelola karena dilarang oleh pihak Kimal yang menganggap lahan tersebut milik TNI AL,” terangnya.
Sengketa lahan, imbuhnya, juga
terjadi di Kecamatan Kotabumi Utara seluas 58 bidang lahan. Warga telah
mengajukan pembuatan sertifikat melalui program Sertifikasi Massal Swadaya
(SMS) tapi hingga kini sertifikat tersebut tidak juga dapat diterbitkan karena
masih bermasalah dengan Kimal.
Untuk Kecamatan Bunga Mayang,
jelas dia, terdapat lahan sengketa lahan yakni HGU PTPN nomor 7.Sk.S seluas 6.657,60
hektar. Sengketa lahan itu terjadi antara Ormas Sungkai Bunga Mayang (Sabaisai)
dengan PTPN VII PG Bunga Mayang.
“Kemudian sengketa lahan didesa Papan Asri, Kecamatan Abung Semuli seluas 12 hektar antara Kepala Desa dengan BPD setempat. “Kita akan terus berupaya memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak yang bersengketa dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait diantaranya BPN agar dapat menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi semua pihak,” tuntas dia.(Feaby).
“Kemudian sengketa lahan didesa Papan Asri, Kecamatan Abung Semuli seluas 12 hektar antara Kepala Desa dengan BPD setempat. “Kita akan terus berupaya memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak yang bersengketa dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait diantaranya BPN agar dapat menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi semua pihak,” tuntas dia.(Feaby).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar