Rabu, 06 Maret 2013

PTPN VII DIDUGA SEROBOT LAHAN WARGA


Kotabumi (SL) - Lahan seluas 676 hektar di desa Haduyang Ratu dan Bandar Agung Kecamatan Bunga Mayang yang digarap oleh PTPN Bunga Mayang diduga tidak masuk dalam HGU 21. Pasalnya, HGU 21 yang diterbitkan tahun 1995 lalu hanya meliputi tiga Desa yakni Desa Gunung Katun Tanjungan, Gunung Katun Malai dan Desa Gedung Ratu Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubabar).

Apa yang dilakukan oleh PTPN ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan alias penyerobotan lahan milik masyarakat pribumi. Puluhan tahun masayarakat mengajukan gugatan namun hasilnya tetap nihil. Carut marut soal lahan sengketa ini terungkap dalam pertemuan antara masyarakat dua desa itu dengan PTPN yang dihadiri oleh kepala BPN Merodi Sugarda  yang digelar oleh Pemkab Lampura, Rabu (6/3).

Dalam pertemuan itu Merodi Sugarda menyatakan, HGU 21 tahun 1995 hanya terletak ditiga Desa yakni Desa Gunung Katun Tanjungan, Gunung Katun Malai dan Desa Gedung Ratu Kecamatan Tulang Bawang, Udik Kabupaten Rulang Bawang Barat (Tubabar).

Sayangnya, BPN Lampura mengaku tidak berkompeten untuk menyatakan secara tertulis karena mesti berkoordinasi dengan BPN wilayah dan pusat bahkan kepala daerah diprovinsi Sangbumi Ruwa Jurai ini. “HGU yang diterbitkan tahun 1995 hanya meliputi desa Gunung Katun Tanjungan, Gunung Katun Malai dan Gedung Ratu,” kata Kepala BPN Lampura Merodi Sugarda dalam rapat yang dipimpin Asisten I Pemkab Lampura Aristoni.

Menurutnya, saat penerbitan HGU 21 yang meliputi tiga desa itu masih masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Utara. Pihaknya, berjanji akan mengirim surat resmi kepada BPN wilayah provinsi Lampung ditembuskan ke Gubernur. “Karena Gubernur selalu kepala daerah yang kemudian memiliki kewenangan untuk peryataan secara tertulis,” terangnya 

Sementara, pihak masyarakat dikuasakan kepada Ormas Sabaisai Bungamayang. Sebelumnya, Ketua Sabaisai Desyantori menegaskan jika pertemuan hanya akan mengadu argumentasi atau berdebat, pihaknya lebih baik membubarkan diri. “Kalau pertemuan ini hanya untuk beradu argumentasi, lebih baik kami semua pulang,” tandas Ketua Sabaisai Desyantori sengit .

Jika ingin berdebat imbuhnya, pihaknya akan terlebih dahulu menghadirkan pengacara baru memulai perdebatan. “Kami datang kesini (dalam pertemuan) hanya untuk mendengarkan solusi yang akan dilakukan oleh Pemkab Lampura,” ucapnya.

Ditambahkan, Munir (50) perwakilan masyarakat dua desa, pemerintah harus mengambil langkah tegas karena jelas-jelas desa Haduyangratu dan desa Bandaragung tidak masuk dalam HGU 21. “Walaupun sekarang sudah terjadi pemekaran wilayah namun batas desa tidak berubah,” ungkapnya seraya menjelaskan bahwa gugatan masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 1986 silam sebelum justru HGU diterbitkan.

Anehnya, kok HGU 21 masih diterbitkan. Sedangkan lahan yang diharap PTPN merupakan milik masyarakat dua desa yakni Haduyangratu dan Bandaragung,” ungkapnya. Dilain pihak PTPN, hanya bungkam menanggapi masalah HGU 21. Pihak BUMN ini mengaku sudah melakukan langkah ganti rugi kepada sebagian masyarakat yakni Rp 2,5 juta perhektar sebagaimana dikatakan oleh Ali Sufi. Sementara, Asisten I Pemkab Lampura Aristoni mengatakan masyarakat harus bersabar menunggu hasil pengirman surat ke BPN Wilayah meminta pihak BPN provinsi Lampung itu turun kelapangan. “Kami minta masyarakat dapat bersabar menunggu perkembangan dari pihak BPN,” tuntas dia.(Feaby)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...