Kotabumi
(SL) - Profesionalitas Polres Lampung Utara (Lampura) sepertinya tengah diambang
titik nadir. Betapa tidak, dua kasus besar yang ditangani oleh bawahan Kapolres
AKBP. Helmi Santika itu melibatkan dua pengusaha kaya setempat.
Selain
profesionalitas Polres Lampura, nama besar dan track record (rekam jejak) AKBP. Helmi Santika yang pernah
menggusur preman besar ibukota sepertinya juga akan cukup tercoreng karena lambannya
penanganan dua kasus tersebut. Adapun kedua kasus itu yakni kasus 'penganiayaan'
yang dilakukan oleh pemilik Bijay Group, Mulyadi dan kasus pembalakan liar yang
terjadi dihutan kawasan register 34, Tangki Tebak, Bukit Kemuning, Lampura.
Kasus terakhir ditengarai melibatkan pengusaha kaya Lampura yang berinisial U.
Seperti
yang diketahui, kasus 'penganiayaan' oleh Mulyadi belum mengalami perkembangan
yang berarti meski kasus ini telah terjadi sejak sepekan lalu. Jangankan mau
menangkap Mulyadi, jadwal pemanggilan sang pemilik Bijay Group itu hingga kini
belum jelas.
Kasatreskrim Polres Lampura, AKP Bunyamin melalui ponselnya, Minggu (2/2) membenarkan telah memeriksa sejumlah karyawan Mulyadi terkait pemukulan yang dilakukan sang pemilik Bijay Group terhadap bawahannya. “Kita sudah minta keterangan saksi,” kata dia.
Sementara, kasus pembalakan liar dikawasan hutan register yang notabene merupakan milik negara dan dilindungi ternyata lebih parah. Tersangka Amsi, operator alat berat yang ditangkap dan dilimpahkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) karena diduga telah melakukan pembalakan liar ternyata telah melenggang bebas. Bahkan, tak satu menit pun tersangka Amsi merasakan udara jeruji besi Polres setempat.
"Status
Amsi masih sebagai saksi makanya kita bebaskan. Kasus ini masih dalam
penyelidikan kita," kelit dia.
Secara
tersirat, Perwira menengah itu menyatakan persoalan pembalakan liar ini
sangatlah dilematis. Pasalnya, tidak jauh dari lokasi pembalakan liar itu yang
notabene dikatakan hutan dilindungi ternyata terdapat beberapa rumah penduduk.
"20 meter dari lokasi (pembalakan), ada sekitar 3 rumah warga. Artinya,
bila dikatakan melanggar (Amsi), warga juga melanggar," dalih Kasat.
Untuk itu, pihak Kepolisian Lampura mengaku akan kembali berkoordinasi dengan Dishutbun guna memastikan apakah lokasi pembalakan dan sekitarnya termasuk sejumlah rumah warga itu termasuk kawasan terlarang atau tidak. "Kita akan koordinasi lagi untuk mastiin apakah hutan itu kawasan hutan dilindungi atau tidak," tutup dia.
Untuk itu, pihak Kepolisian Lampura mengaku akan kembali berkoordinasi dengan Dishutbun guna memastikan apakah lokasi pembalakan dan sekitarnya termasuk sejumlah rumah warga itu termasuk kawasan terlarang atau tidak. "Kita akan koordinasi lagi untuk mastiin apakah hutan itu kawasan hutan dilindungi atau tidak," tutup dia.
Dilain
sisi, Maryadi, Kasie Pengamanan Hutan Dishutbun menegaskan bahwa lokasi
pembalakan liar itu termasuk hutan negara yang dilindungi dengan Undang -
undang. Dimana sesuai dengan Undang – Undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan, setiap pelaku perambahan atau pembalakan
liar diancam dengan 15 tahun penjara dan denda Rp. 15 Miliar. “Sesuai dengan
Undang – Undang, pelaku terancam 15 tahun penjara dan denda Rp. 15 Miliar.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar