Kotabumi (SL) - Isak tangis Salsabila Dinata, pengidap penyakit kelainan hati (Atresia Billier) terdengar membuncah dari dalam rumah seolah ingin memberitahu tentang ganasnya penyakit yang ia derita kepada siapa saja yang mendengarnya. Bujuk rayuan sang ibu pun tak mampu menenangkan sang putri yang baru berumur 7 bulan ini meski telah berulang kali mencoba meredakan tangisannya.
Tubuh bayi bernama Salsabila itu berwarna kuning dan mengalami pembengkakan dibagian perut setelah kerusakan hati menyerang liver dan empedunya. Satu - satunya jalan untuk menghilangkan penderitaan sang bayi yakni melalui proses transplantasi atau cangkok hati. Akan tetapi, biaya transplantasi ini terbilang sangat besar. Biaya yang harus dikeluarkan untuk transplantasi itu mencapai Rp. 1,5 miliar.
Penghasilan sang ayah yang tak seberapa karena hanya bekerja sebagai montir mobil membuat Salsabila terpaksa mendapat perawatan seadanya dan jauh dari kata layak. Alhasil, tidak ada perkembangan berarti dari penyakit yang diderita dari buah hati pasangan Guntur Purwadinata (30) dan Melisa Sari (22), warga Jalan Hi Asni Kelurahan Tanjung Aman, Kotabumi Lampung Utara (Lampura).
Praktis, hanya keajaiban saja yang mampu menyembuhkan sang bayi lantaran hingga saat ini belum ada satu pun dermawan maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat yang mau menanggung biaya pengobatan sang bayi. Padahal, jarak antara kontrakan orang tua Salsabila dengan Kantor Pemkab hanya berjarak tal lebih dari 600 meter saja. Akan tetapi, dekatnya jarak itu sepertinya tak mampu menggugah nurani para pejabat Pemkab Lampura untuk membantu biaya pengobatan sang bayi.
Guntur, sang Ayah pun tak mampu menyembunyikan kegusarannya melihat penderitaan putrinya. Begitu pun dengan sang istri, meski mencoba tersenyum ramah kepada para jurnalis yang datang, raut kesedihan jelas terpancar dari wajahnya. Dengan mata yang berkaca - kaca, keduanya menjawab pertanyaan seputar penyakit putrinya. "Jangankan untuk mengobati anak mas, untuk keperluan sehari - hari pun kami selalu kesusahan. Kemana kami harus cari uang sebanyak itu!!!" tutur Guntur sembari menyeka kedua matanya yang mulai basah karena air mata.
Sembari menggendong sang bayi, Melisa Sari pun menambahkan perkataan sang suami. Ia mengatakan akibat kerap menangis, putri kesayangannya itu sulit mendapat asupan makanan yang cukup. Awalnya ia tak menaruh curiga bila putri keduanya yang lahir pada Juli 2013 di Rumah Bersalin Maria Regina Kotabumi itu mengalami penyakit berbahaya tersebut. Namun, seiring waktu berjalan, kulit disekujur tubuh Salsabila berubah warna menjadi kuning.
Melisa mengaku telah berupaya sekuat tenaga untuk menyembuhkan putri bungsunya itu. Dengan modal bantuan dari sanak keluarganya, ia sempat membawa anaknya ke Rumah Sakit (RS) Caritas Palembang. "Dari situlah kita tahu kalau anak kami menderita penyakit kelainan hati. Oleh RS kami dianjurkan membawa putri kami ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta," katanya dengan nada serak.
Selain itu, ia juga mengatakan putrinya sempat mendapat perawatan selama seminggu di RS Umum Abdoel Moloek (RSUAM) Bandar Lampung. Pihak RSUAM pun memvonis bila Salsabila mengidap penyakit kelainan fungsi hati atau sirosis hati. Bahkan, saat di RSUAM, hati Salsabila sempat membengkak dan mengganggu fungsi empedu sehingga air seni putrinya berwarna kuning pekat. Dari RSUAM-lah, pihak keluarga tahu bila biaya pengobatan putrinya itu diperkirakan menelan biaya sebesar Rp. 1,5 Miliar. "RSUAM, juga merujuk putri kami ke RSCM Jakarta," ucap dia.
Tingginya uang biaya pengobatan putrinya tersebut, membuat keduanya memutuskan membawa pulang putri bungsunya itu. Keduanya sangat berharap, Pemkab dan para dermawan akan mengulurkan tangan untuk membantu biaya pengobatan putrinya itu. "Kami sangat ingin putri kami sembuh mas. Semoga ada Pemda dan orang - orang mau membantu membiayai pengobatan putri kami.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar