Kotabumi (SL) - Roling pejabat kabinet pemerintahan Bupati Zainal Abidin Senin (6/1) lalu ditengarai bermasalah alias cacat hukum. Pasalnya, rolling kali ini menyebabkan satu jabatan ditempati oleh dua orang pejabat.
Penyebab dualisme kepemimpinan ini dikarenakan sejumlah pejabat lama yang digeser dari jabatannya belum mendapat Surat Keputusan tentang pemberhentian dari jabatannya atau dengan kata lain masih sebagai pejabat yang syah.
Adapun jabatan yang sama ditempati oleh dua orang pejabat yakni jabatan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang semula dijabat oleh Helmy Hasan kini ditempati oleh Nourel Islamy (mantan Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan). Lalu, jabatan Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia yang dulunya ditempati oleh Efrizal Arsyad kini beralih ke terdapat sejumlah jabatan ditempati oleh Rendra Yusfie (mantan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan). Terakhir, jabatan staf ahli Bupati bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia yang semula diduduki oleh Suherlan, kini ditempati oleh Pardis (mantan Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik).
Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Efrizal Arsyad ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa 'cuci gudang' kabinet baru kali ini batal demi hukum karena tidak sesuai dengan mekanisme yang ada alias cacat hukum. "Roling kali ini cacat hukum dan batal demi hukum," kata dia, Selasa (7/1).
Efrizal juga menyatakan, rolling pejabat kali ini membuktikan bila pemerintahan sekarang ini tidak taat hukum. Sebab, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 800/5333 SJ tertanggal 27 Desember 2012. Dimana dalam SE itu disebutkan bahwa enam bulan menjelang habis masa jabatan, seorang Bupati tidak boleh melakukan mutasi jabatan struktural. "Meski SE Mendagri itu tidak ada sanksinya jika melanggar tapi ini buktinya nyata bahwa Pemkab tidak taat hukum," tandasnya sengit.
Seyogyanya, menurutnya, Pemkab terlebih dahulu mencabut Surat Keputusan pejabat yang lama sebelum menempatkan pejabat baru dalam sebuah jabatan agar tidak menimbulkan dualisme kepemimpinan dalam suatu jabatan. "Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) tidak cermat dan teliti dalam mengambil suatu kebijakan. Buktinya saya enggak jelas ditempatkan dimana," sergahnya lagi.
Efrizal pun mengancam akan menggugat polemik rolling ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bila Pemkab Lampura tidak secepatnya melakukan pelantikan ulang. "Harus ada pelantikan ulang. Jika tidak, saya akan gugat ke PTUN," tegas dia.
Kritikan yang sama juga dilontarkan oleh Helmy Hasan, mantan Kepala BLH Lampura. Meski mengakui bahwa mutasi itu adalah bagian dari kehidupan pegawai namun hendaknya cara yang digunakan dalam sebuah mutasi harus jelas. "Kalau saya dipindah, dipindah dimana. Cabut dulu saya, baru diganti dengan yang baru," bebernya seraya menjelaskan, rolling ini membuktikan bila administrasi pegawai Lampura cukup buruk.
Helmy juga mengkritisi kebijakan rolling yang dilakukan oleh Pemkab. Sebab dengan batas kepemimpinan yang tinggal hitungan bulan, para pejabat baru tidak akan banyak membantu sang pemimpin. "Mutasi ini kan untuk membantu pimpinan. (Coba bayangkan) Pekerjaan apa yang bisa dibantu dalam waktu 2 bulan," terang dia. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, ketua Baperjakat tidak berhasil dikonfirmasi.
Sebelumnya, meski masa jabatannya tinggal menghitung hari, Bupati Zainal Abidin masih tetap merombak kabinet pemerintahannya, diaula Pemkab, Senin (6/1) sekitar pukul 16:30 WIB. Padahal berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 800/5333 SJ tertanggal 27 Desember 2012, disebutkan bila enam bulan menjelang habis masa jabatan, Bupati tidak boleh melakukan mutasi jabatan struktural.
Tak tanggung - tanggung, tidak kurang dari 74 pejabat struktural yang terdiri atas 16 eselon II, dan 58 eselon III, dilingkungan pemerintah Kabupaten Lampura mengalami pergeseran posisi.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar