Kotabumi (SL) - Inspektorat
Lampung Utara siap menindak setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlibat
politik praktis pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Lampura
mendatang. Karena politik praktis bagi seorang PNS merupakan sebuah pelanggaran.
"Kita siap merespon setiap laporan terkait perkara ini," jelas
Inspektur Syaiful Dermawan, Kamis (21/2).
Sebab, imbuhnya, jelas tercantum
dalam Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 disebutkan bahwa setiap PNS itu
haruslah netral dalam perhelatan Pemilukada. "Aturannya kan sudah jelas. Jika masih saja terlibat
maka akan ada sanksi tegas bagi yang melanggarnya," ujar dia.
Pemberian sanksi itu, ia
melanjutkan, dapat berupa sanksi ringan, sedang hingga sanksi berat sesuai
dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan. Kendati mengaku akan memberikan
sanksi tegas kepada PNS yang terlibat politik praktis dalam Pemilukada pada
September mendatang, namun pihaknya terlebih dahulu akan melakukan pemeriksaan
untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan abdi negara tersebut terhadap
kegiatan yang diharamkan oleh Pemerintah tersebut.
Sebelumnya, Sejumlah kalangan DPRD
Lampung Utara (Lampura) mempertanyakan netralitas Pegawai Negeri Sipil setempat
menjelang pelaksanaan Pemilukada setempat pada September 2013 mendatang. Pasalnya,
banyak diantara abdi negara tersebut mulai dari pegawai staf hingga level
pimpinan SKPD ditengarai memihak kepada salah satu calon peserta Pemilukada
alias terlibat politik praktis.
“Kenyataannya saat ini, para PNS
itu berlomba-lomba mendukung salah satu calon Dengan harapan, akan memperoleh
jabatan jika calon yang didukungnya akan terpilih. Ini kan tidak benar,” beber anggota Komisi C
DPRD setempat, Romli, disekretariat Partai Demokrat, Rabu (20/2).
Padahal, katanya, Pemerintah telah secara tegas melarang PNS untuk terlibat dalam Pilkada yang diimplementasikan melalui peraturan pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010. Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 pada Pasal 4 angka 15 disebutkan setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. “Bahkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap hasil judicial review Bawaslu terhadap UU No.32 Tahun 2004, mengategorikan keberpihakan PNS pada seorang calon peserta Pemilukada adalah sebagai tindak pidana,” tandas dia.
Dijelaskannya lagi, ketika seorang PNS tidak netral, pelayanan kepada publik dikhawatirkan akan terganggu. Lebih dari itu, pelayanan yang bersifat diskriminatif bisa terjadi Netralitas. “Netralitas menjadi wajib disokong untuk menghasilkan pemilukada yang berkualitas dan bermartabat. Selain itu, sebagai pelayan masyarakat, para PNS itu harus memussatkan seluruh energi bagi kepentingan masyarakat. Bukan kepada salah satu calon,” tegasnya.
Legislator asal Partai Demokrat
ini menyebutkan bahwa sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini sejumlah pejabat
di lingkungan Pemkab Lampura telah hilir mudik mendampingi tim pemenang keluar
masuk suatu daerah untuk sosialisasi calon. “Banyak banner atau baleho selain
milik calon incumbent yang dicopot oleh oknum aparat Desa atau Kecamatan seperti diwilayah Kecamatan Abung Timur.
Hal senada diungkapkan anggota
legislatif asal partai PAN Lampura, Ibnu Hajar. Dimana dirinya mengatakan bahwa aroma keberpihakan para PNS Lampura
pada salah seorang calon Pemilukada mendatang sangat kental terasa. Kondisi
ini, kata dia lagi, semakin diperparah saat para PNS tersebut mengetahui bahwa
sang Kepala Daerah yang merupakan atasannya akan kembali bertarung dalam
Pilkada seperti yang terjadi di Lampura.
“Netralitas PNS dalam Pemilukada
haruslah tetap dijunjung. Karena hal ini secara jelas diatur dalam UU tentang
pokok-pokok kepegawaian Dalam UU tersebut dikatakan seorang PNS harus
menunjukkan netralitas yang tinggi, tidak menjadi simpatisan, atau anggota
partai politik guna mewujudkan aparatur pemerintah yang kompeten dan
professional,” bebernya.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar