Kamis, 22 Mei 2014

TUDING DPRD, SEKKAB SAMSIR DIANCAM SOMASI

Kotabumi (SL) - Pepatah mulutmu, harimau mu sepertinya sangat tepat untuk menggambarkan dampak tudingan yang dilontarkan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Lampung Utara, Samsir kepada lembaga Legislatif setempat.

Pasalnya, tudingan yang menyatakan DPRD Lampura tidak mengerti aturan yang dilontarkan oleh Sekkab Lampura dihari pertama masuk kerjanya pada Rabu (21/5) lalu, sangat memantik emosi kalangan Legislatif. Akibatnya, kalangan legislatif mengancam akan mensomasi yang bersangkutan sesegera mungkin. Para wakil rakyat setempat menilai bahwa pernyataan itu merupakan sebuah penghinaan dan pelecehan bagi lembaga yang notabene dilindungi oleh Undang - Undang ini.

Somasi itu berisi permintaan maaf secara terbuka kepada DPRD Lampura yang dimuat diberbagai media masa selama 7 hari berturut-turut. Apabila tidak diindahkan, maka DPRD akan melakukan upaya hukum yakni melaporkan Sekkab Lampura yang terbilang baru 2 hari menjabat itu ke pihak Kepolisian. Dengan sangkaan pencemaran nama baik dan atau penghinaan terhadap lembaga DPRD Lampung Utara.

Ancaman pelayangan somasi itu disampaikan dalam konferensi Pers yang digelar oleh sejumlah anggota DPRD, Lampura dikediaman dinas ketua DPRD Lampura, Kamis (22/5). konferensi Pers itu dihadiri oleh Sekretaris Fraksi Bintang Nurani Persatuan, Hasnizal didampingi tiga orang koleganya yakni A. Akuan Abung, Wansori dan ketua Fraksi PDIP, Agung Wijaya.

Menurut Hasnizal, tudingan sekda yang dimuat diberbagai media itu merupakan sebuah bentuk pelecehan dan penghinaan kepada lembaga DPRD Lampura. Ungkapan “DPRD Tidak Mengerti Peraturan” itu sangat menyinggung perasaan kalangan Legislatif karena telah memvonis atau menjustifikasi DPRD Lampura sebagai lembaga yang tidak berkompeten. Oleh karenanya, Sekkab harus segera mempertanggungjawabkan pernyataannya.

"Ini lembaga wakil rakyat, tudingan itu sama saja mengatakan rakyat Lampung Utara bodoh semua karena memilih wakilnya yang tidak tahu aturan. Kami minta Sekkab minta maaf secara terbuka melalui berbagai media massa selama tujuh hari berturut - turut," tandas dia.

Untuk membuktikan keseriusanya rencana somasi itu, terlebih dahulu pihaknya akan melakukan persiapan yang dibutuhkan sesuai dengan mekanisme yang ada di lembaga tersebut karena somasi itu bersifat kelembagaan dan keputusan lembaga DPRD. "Karena ada mekanisme yang harus kita jalankan, mungkin besok sudah kita sampaikan," ketus dia.

Ditempat yang sama, Wansori mengatakan bahwa tudingan yang dilontarkan Sekkab yang baru menjabat tak kurang dari dua hari ini sangat tidak berdasar dan tidak menghargai lembaga DPRD yang notabene memiliki posisi sejajar dengan Pemerintah Kabupaten sebagai bagian dari sebuah pemerintahan. Tudingan yang dilontarkan itu, tutur dia, mencerminkan bahwa Sekkab Lampura kurang memahami hak dan wewenang DPRD sebagaimana diatur dalam Undang - Undang. Terlebih mengenai wacana pemanggilan paksa oleh DPRD yang menjadi akar persoalan keluarnya tudingan tersebut memang merupakan kewenangan lembaga DPRD yang diatur secara tegas dalam UU Nomor 27 tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) khususnya pada  pasal 72. "Dalam UU nomor 27 tahun 2009 itu, kewenangan kita (DPRD) Itu tidak hanya dalam hal pemanggilan paksa, tetapi juga untuk melakukan penyanderaan selama 15 hari terhadap yang tidak juga patuh setelah dilakukan pemanggilan paksa," beber dia seraya menegaskan kembali bahwa Sekkab harus meminta maaf selama 7 hari diberbagai media massa.

Ketua Fraksi PDIP, Agung Wijaya menambahkan bahwa pernyataan Sekkab yang menyatakan hak prerogratif Bupati untuk menentukan pejabat mana saja yang akan dipergunakan serta tidak ada aturan yang dilanggar dalam rolling yang dilakukan beberapa waktu lalu merupakan sebuah kekeliruan besar. Lantaran hak prerogratif hanya dimiliki oleh seorang Presiden bukan oleh Bupati. "Bupati memang punya kewenangan untuk mengangkat, memutasi dan memberhentikan pejabat dilingkungan kerjanya. Tapi kewenangan itu harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan lainnya," tegasnya.

Menurutnya, tetap ada mekanisme dan prosedur yang harus ditaati Bupati dalam melaksanakan setiap kewenangannya. Karenanya hak itu bukan merupakan hak mutlak bupati, tetapi hak yang harus dijalankan sesuai dengan aturan sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 100 tahun 2000, khususnya pasal 10. Dimana PP itu menegaskan bahwa tidak boleh ada pejabat eselon yang di nonjob kan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Disamping itu, masih ada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 16 tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Struktural. "Jadi, jangan bilang aturan mana yang dilanggar, coba saudara Sekkab baca dan kaji dulu peraturan itu," sergah dia.

A. Akuan Abung yang juga tokoh masyarakat setempat mengaku miris dengan tudingan Sekkab tersebut. Seyogyanya, Sekkab Lampura dapat membuat suasana lebih ‘adem’ di Lampura, bukan malah sebaliknya. Sebagai seorang pejabat baru, samsir harus memahami situasi dan kondisi diwilayah kerjanya secara utuh dan menyeluruh. Termasuk kultur dan budaya yang hidup pada masyarakat Lampung Utara bukannya memperuncing situasi dengan statement (komentar) yang tidak patut. "Hargai DPRD ini sebagai sebuah institusi yang berdiri sejajar dengan eksekutif. lebih baik saudara Sekkab memaparkan program kerjanya dalam membangun Lampung Utara," tukas A. Akuan.(Feaby)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...