Kotabumi (SL) - Untuk kesekian kalinya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) Indonesia menyambangi Kabupaten Lampung Utara (Lampura). Persoalannya pun masih berkutat pada sengketa lahan diwilayah tersebut yang tak kunjung menemui titik temu seperti yang terjadi antara PT. Great Giant Pineapple Company (PT. GGPC), dengan warga Desa Rejo Mulyo, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara (Lampura).
Konflik antara PT. Great Giant Pineapple Company (PT. GGPC), dengan warga Desa Rejo Mulyo, Kecamatan Abung Timur ini sendiri telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, tepatnya sejak tahun 1982 silam. Hingga kini persoalannya tak kunjung usai lantaran dipicu oleh ganti rugi tanam tumbuh warga yang diduga belum dibayar secara keseluruhan.
"Penanganan kasus tanah memang memakan waktu yang lama. Makanya kita (Komnasham) coba untuk memediasinya agar ada titik temu," kata Ketua Komnasham, Siti Noor Laila, usai rapat bersama dengan PT. GGPC dan perwakilan warga Desa Rejo Mulyo diruang Sekretaris Kabupaten Lampura, Senin (12/5).
Ia mengatakan, mediasi yang dilakukan pihaknya terkait persoalan ini sudah kedua kalinya dan hingga kini belum menemukan titik temu. Oleh karenanya, pihaknya akan kembali menggelar pertemuan berikutnya agar persoalan tersebut dapat segera terselesaikan. Pasalnya, kuasa hukum PT. GGPC berencana akan menemui ownernya (pemilik perusahaan) terlebih dahulu terkait tuntutan ganti rugi tanam tumbuh yang menjadi tuntutan warga. Sedangkan PT.GGPC merasa telah memenuhi tuntutan warga tersebut. "Kuasa hukum PT. GGPC akan menemui ownernya dulu. Sebab, warga tuntut ganti rugi tanam tumbuh," jelasnya.
Perempuan murah senyum ini mengakui bahwa pihaknya menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM yakni hak kesejahteraan, dan hak milik dari para warga dalam persoalan sengketa lahan itu. Akan tetapi, pihaknya belum akan memusatkan perhatiannya atas indikasi itu lantaran fokus utama pihaknya kini ialah memediasi permasalahan agar cepat selesai. "Indikasi pelanggaran HAM ada. Tapi fokus kita saa ini bukan itu. Kita ingin persoalan ini cepat selesai," ucapnya lagi.
Ditempat yang sama, kuasa hukum PT. GGPC, Sukino mengaku akan melaporkan terlebih dahulu hasil pertemuan ini ke pihak manajemen PT.GGPC. Terlebih, adanya tuntutan masyarakat ihwal ganti rugi tanam tumbuh yang dinyatakan baru dibayarkan sebanyak 20 persen oleh PT. GGPC. Sedangkan, berdasarkan data yang ada, setiap warga telah menerima pembayaran ganti rugi seluruhnya dari PT.GGPC. "Pembahasan mereka (warga) kemana-mana dan diluar konsep termasuk masalah tanah. Jadi, sudah tidak benar ini!. Kami tidak mau meladeninya," tukas dia.
Sutikno mempersilahkan warga untuk menempuh jalur hukum bilamana tidak puas dengan data yang ia pegang. "Kalau warga masih kurang puas, silahkan tempuh jalur hukum saja!!" sergahnya.
Sementara, perwakilan warga Desa Rejo Mulyo, Abung Timur, Hendra menyatakan pihaknya bakal melaporkan persoalan sengketa lahan ini langsung ke Presiden SBY jika pihak perusahaan tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikannya. "Kami akan laporkan persoalan ini ke pak SBY," tandas dia.(Feaby)
Konflik antara PT. Great Giant Pineapple Company (PT. GGPC), dengan warga Desa Rejo Mulyo, Kecamatan Abung Timur ini sendiri telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, tepatnya sejak tahun 1982 silam. Hingga kini persoalannya tak kunjung usai lantaran dipicu oleh ganti rugi tanam tumbuh warga yang diduga belum dibayar secara keseluruhan.
"Penanganan kasus tanah memang memakan waktu yang lama. Makanya kita (Komnasham) coba untuk memediasinya agar ada titik temu," kata Ketua Komnasham, Siti Noor Laila, usai rapat bersama dengan PT. GGPC dan perwakilan warga Desa Rejo Mulyo diruang Sekretaris Kabupaten Lampura, Senin (12/5).
Ia mengatakan, mediasi yang dilakukan pihaknya terkait persoalan ini sudah kedua kalinya dan hingga kini belum menemukan titik temu. Oleh karenanya, pihaknya akan kembali menggelar pertemuan berikutnya agar persoalan tersebut dapat segera terselesaikan. Pasalnya, kuasa hukum PT. GGPC berencana akan menemui ownernya (pemilik perusahaan) terlebih dahulu terkait tuntutan ganti rugi tanam tumbuh yang menjadi tuntutan warga. Sedangkan PT.GGPC merasa telah memenuhi tuntutan warga tersebut. "Kuasa hukum PT. GGPC akan menemui ownernya dulu. Sebab, warga tuntut ganti rugi tanam tumbuh," jelasnya.
Perempuan murah senyum ini mengakui bahwa pihaknya menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM yakni hak kesejahteraan, dan hak milik dari para warga dalam persoalan sengketa lahan itu. Akan tetapi, pihaknya belum akan memusatkan perhatiannya atas indikasi itu lantaran fokus utama pihaknya kini ialah memediasi permasalahan agar cepat selesai. "Indikasi pelanggaran HAM ada. Tapi fokus kita saa ini bukan itu. Kita ingin persoalan ini cepat selesai," ucapnya lagi.
Ditempat yang sama, kuasa hukum PT. GGPC, Sukino mengaku akan melaporkan terlebih dahulu hasil pertemuan ini ke pihak manajemen PT.GGPC. Terlebih, adanya tuntutan masyarakat ihwal ganti rugi tanam tumbuh yang dinyatakan baru dibayarkan sebanyak 20 persen oleh PT. GGPC. Sedangkan, berdasarkan data yang ada, setiap warga telah menerima pembayaran ganti rugi seluruhnya dari PT.GGPC. "Pembahasan mereka (warga) kemana-mana dan diluar konsep termasuk masalah tanah. Jadi, sudah tidak benar ini!. Kami tidak mau meladeninya," tukas dia.
Sutikno mempersilahkan warga untuk menempuh jalur hukum bilamana tidak puas dengan data yang ia pegang. "Kalau warga masih kurang puas, silahkan tempuh jalur hukum saja!!" sergahnya.
Sementara, perwakilan warga Desa Rejo Mulyo, Abung Timur, Hendra menyatakan pihaknya bakal melaporkan persoalan sengketa lahan ini langsung ke Presiden SBY jika pihak perusahaan tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikannya. "Kami akan laporkan persoalan ini ke pak SBY," tandas dia.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar