Kotabumi (SL) - Ribuan massa pendukung Wakil Bupati terpilih, Paryadi mengepung gedung DPRD Lampung Utara, Rabu (7/5) sekitar pukul 10:00 WIB. Mereka menuntut lembaga Legislatif setempat mencabut surat rekomendasi tentang usulan pengajuan dua nama pengganti Paryadi yang telah dilayangkan ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.
Para pendemo tersebut menilai bahwa surat rekomendasi yang dikirimkan kalangan legislatif ke Bupati setempat telah melampaui batas kewenangan dan tidak mempunyai dasar hukum yang tepat. Selain menuntut untuk tidak lagi mempermasalahkan polemik Paryadi, massa juga meminta kalangan wakil rakyatnya untuk tidak mencampuri kebijakan yang telah diambil Bupati Agung Ilmu Mangkunegara. Disaat bersamaan, kalangan Legislatif tengah menggelar sidang Paripurna Pelantikan penggantian Wakil Ketua III DPRD dari Hendra Setiadi ke M. Tasdi. Akibatnya, kalangan DPRD tak dapat langsung merespon berbagai tuntutan para pendemo. Akhirnya tak lama kemudian, perwakilan pendemo dipersilahkan masuk menemui Ketua DPRD dan anggota Legislatif lainnya untuk menyampaikan aspirasi.
"Kami minta DPRD tidak lagi mempersoalkan status Wabup terpilih karena sudah sesuai prosedur dan kami minta DPRD juga tidak intervensi hak preogatif Bupati khususnya dalam hal rolling pejabat," tegas Koordinator Lapangan, Opi Riansyah. Jalannya pertemuan itu sempat memanas lantaran kedua belah pihak sama - sama kekeuh bahwa pendapat terkait penggantian Wabup terpilih Paryadi yang disampaikan telah sesuai aturan yang berlaku sebagaimana yang diucapkan oleh Ketua Fraksi PDIP, Agung Wijaya. "Sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2008 pasal 108 atas perubahan UU nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dan PP nomor 49 tahun 2008 pasal 96, bila Wabup terpilih berhalangan tetap maka Bupati terpilih dapat dilantik dengan menyertakan surat keterangan dokter. Tapi dalam pelantikan, surat itu tidak ada. Artinya Paryadi sudah dianggap berhalangan tetap dalam hal ini," terangnya. Pernyataan Ketua Fraksi PDIP ini sontak disambut oleh Tabrani Rajab, perwakilan massa lainnya. Dimana menurutnya, Wabup Paryadi bukan berhalangan tetap karena hingga saat ini tidak ada surat keterangan dari dokter kalau Paryadi cacat mental atau sakit. "60 hari penggantian Wabup itu apa dan dari mana?. Harga mati buat kami kalau Wabup itu paryadi. Jadi kami minta dicabut surat (rekomendasi) itu karena tidak tepat," tegasnya dengan nada tinggi.
Suasana tegang akhirnya mencair lantaran pihak DPRD mau menyepakati tuntutan para pendemo. Namun demikian, tuntutan tersebut mengalami sedikit perubahan atau penambahan dari kalangan legislatif khususnya pada tuntutan terkait polemik Wabup Paryadi. Kalangan DPRD sepakat tidak akan mempersoalkan status Paryadi namun apabila kemudian hari menyalahi prosedur maka DPRD berhak mengkoreksi dan memperbaikinya. "DPRD tidak akan mencampuri hak preogatif Bupati, kami setuju. Tapi kalimatnya perlu dirubah menjadi DPRD tidak akan mencampuri hak preogatif Bupati tapi DPRD berhak melakukan tugasnya dalam hal pengwasan," tandas Ketua DPRD Lampura, M. Yusrizal, ST. DPRD BENTUK PANJA WABUP Tak lama setelah ribuan massa meninggalkan kantor DPRD Lampura, DPRD Lampura langsung membentuk Panitia Kerja (Panja) Wakil Bupati Lampura diruang rapat DPRD.
Dalam rapat pembentukan terpilih sebagai ketua Panja DPRD Lampura, Hasnizal, Wakil Ketua Romli, dan Sekretaris Agung Wijaya. Sementara koordonitor terdiri dari unsur pimpinan DPRD. Total Panja berjumlah 14 anggota. "Kita akan lakukan kajian ulang terkait dasar hukum pengajuan dua nama ke DPRD yang nantinya akan dipilih menjadi Wakil Bupati," kata Hasnizal. Pihak DPRD memutuskan akan melakukan study banding ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan Kemenkum HAM RI sesegera mungkin agar persoalan ini tidak menjadi konflik terbuka. "Kita sangat yakin apa yang kita lakukan ini sudah sesuai dengan aturan dan perundang - undangan yang berlaku. Semua ini semata - mata untuk kepentingan rakyat," tutup dia.(Feaby)
Para pendemo tersebut menilai bahwa surat rekomendasi yang dikirimkan kalangan legislatif ke Bupati setempat telah melampaui batas kewenangan dan tidak mempunyai dasar hukum yang tepat. Selain menuntut untuk tidak lagi mempermasalahkan polemik Paryadi, massa juga meminta kalangan wakil rakyatnya untuk tidak mencampuri kebijakan yang telah diambil Bupati Agung Ilmu Mangkunegara. Disaat bersamaan, kalangan Legislatif tengah menggelar sidang Paripurna Pelantikan penggantian Wakil Ketua III DPRD dari Hendra Setiadi ke M. Tasdi. Akibatnya, kalangan DPRD tak dapat langsung merespon berbagai tuntutan para pendemo. Akhirnya tak lama kemudian, perwakilan pendemo dipersilahkan masuk menemui Ketua DPRD dan anggota Legislatif lainnya untuk menyampaikan aspirasi.
"Kami minta DPRD tidak lagi mempersoalkan status Wabup terpilih karena sudah sesuai prosedur dan kami minta DPRD juga tidak intervensi hak preogatif Bupati khususnya dalam hal rolling pejabat," tegas Koordinator Lapangan, Opi Riansyah. Jalannya pertemuan itu sempat memanas lantaran kedua belah pihak sama - sama kekeuh bahwa pendapat terkait penggantian Wabup terpilih Paryadi yang disampaikan telah sesuai aturan yang berlaku sebagaimana yang diucapkan oleh Ketua Fraksi PDIP, Agung Wijaya. "Sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2008 pasal 108 atas perubahan UU nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dan PP nomor 49 tahun 2008 pasal 96, bila Wabup terpilih berhalangan tetap maka Bupati terpilih dapat dilantik dengan menyertakan surat keterangan dokter. Tapi dalam pelantikan, surat itu tidak ada. Artinya Paryadi sudah dianggap berhalangan tetap dalam hal ini," terangnya. Pernyataan Ketua Fraksi PDIP ini sontak disambut oleh Tabrani Rajab, perwakilan massa lainnya. Dimana menurutnya, Wabup Paryadi bukan berhalangan tetap karena hingga saat ini tidak ada surat keterangan dari dokter kalau Paryadi cacat mental atau sakit. "60 hari penggantian Wabup itu apa dan dari mana?. Harga mati buat kami kalau Wabup itu paryadi. Jadi kami minta dicabut surat (rekomendasi) itu karena tidak tepat," tegasnya dengan nada tinggi.
Suasana tegang akhirnya mencair lantaran pihak DPRD mau menyepakati tuntutan para pendemo. Namun demikian, tuntutan tersebut mengalami sedikit perubahan atau penambahan dari kalangan legislatif khususnya pada tuntutan terkait polemik Wabup Paryadi. Kalangan DPRD sepakat tidak akan mempersoalkan status Paryadi namun apabila kemudian hari menyalahi prosedur maka DPRD berhak mengkoreksi dan memperbaikinya. "DPRD tidak akan mencampuri hak preogatif Bupati, kami setuju. Tapi kalimatnya perlu dirubah menjadi DPRD tidak akan mencampuri hak preogatif Bupati tapi DPRD berhak melakukan tugasnya dalam hal pengwasan," tandas Ketua DPRD Lampura, M. Yusrizal, ST. DPRD BENTUK PANJA WABUP Tak lama setelah ribuan massa meninggalkan kantor DPRD Lampura, DPRD Lampura langsung membentuk Panitia Kerja (Panja) Wakil Bupati Lampura diruang rapat DPRD.
Dalam rapat pembentukan terpilih sebagai ketua Panja DPRD Lampura, Hasnizal, Wakil Ketua Romli, dan Sekretaris Agung Wijaya. Sementara koordonitor terdiri dari unsur pimpinan DPRD. Total Panja berjumlah 14 anggota. "Kita akan lakukan kajian ulang terkait dasar hukum pengajuan dua nama ke DPRD yang nantinya akan dipilih menjadi Wakil Bupati," kata Hasnizal. Pihak DPRD memutuskan akan melakukan study banding ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan Kemenkum HAM RI sesegera mungkin agar persoalan ini tidak menjadi konflik terbuka. "Kita sangat yakin apa yang kita lakukan ini sudah sesuai dengan aturan dan perundang - undangan yang berlaku. Semua ini semata - mata untuk kepentingan rakyat," tutup dia.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar