Kotabumi (SL) –
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara (Lampura), Djauhari Thalib meminta
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat untuk menindak tegas kedua oknum dokter
spesialis ‘nakal’ yang mangkir dari kerjanya di Rumah Sakit Umum Ryacudu
Kotabumi. Kedua dokter nakal itu yakni dokter spesialias Radiologi, Bily Zukyawan
dan dokter spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT), Farida Nurhayati.
Menurut Direktur
RS Handayani Kotabumi tersebut, Pemkab dapat menempuh jalur hukum dalam persoalan
mangkirnya kedua oknum dokter spesialis ‘nakal’ itu dengan memanfaatkan
perjanjian notaris antara Dinas Kesehatan dengan dokter – dokter yang
disekolahkan Pemkab yang dibuat semasa dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas
Kesehatan beberapa tahun silam. Dimana, dalam perjanjian itu disebutkan bahwa setiap
dokter yang telah lulus spesialisnya harus mengabdi selama sepuluh tahun kepada
Pemkab Lampura, dan bila melanggar, harus mengembalikan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyekolahkannya sebanyak sepuluh kali lipat. “Sesuai dengan perjanjian
notaris, mereka (dokter) mengganti sepuluh kali lipat dari biaya (sekolah) yang
mereka terima. Jika biaya (sekolahnya) Rp. 350 juta maka mereka harus
kembalikan 3,5 miliar. (Perjanjian) itu diatas notaris,” tegas dia.
Dengan tegas, Djauhari
menyalahkan kebijakan Pemkab Lampura yang cenderung melunak dan mengalah dengan
memberikan kebijakan kepada dokter spesialis ‘nakal’ tersebut bekerja selama
dua kali dalam sebulan. Padahal, biaya yang digunakan oleh para dokter itu
dalam mengambil spesialisnya itu merupakan biaya Pemkab yang notabene uang
rakyat. “Pemerintah Daerah dan Direktur RS memberi kebijakan yang salah. (Karena) seharusnya
tidak boleh ada dispensasi masuk dua kali dalam sebulan. Mereka (dokter) itu Pegawai
Negeri yang digaji oleh Pemkab. Jadi, jelas tidak boleh ada prioritas –
prioritas (masuk dua kali dalam sebulan) seperti itu.,” bebernya lagi seraya
menambahkan bahwa hal ini dapat memicu kecemburuan antar dokter spesialis
lainnya.
Disamping itu,
terusnya lagi, Pemkab juga dapat melaporkan polah kedua dokter ‘nakal’ tersebut
ke persatuan dokter spesialis yang bersangkutan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
sehingga kedua dokter spesialis ‘nakal’ itu dapat dikenakan sanksi lainnya. “Jika
dilaporkan ke IDI atau ke Persatuan dokter spesialis yang bersangkutan, izin
spesialisnya dapat dicabut,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur RSU
Ryacudu Kotabumi, dr. Septi Dwi Putra berencana memberhentikan dua oknum dokter spesialis ‘nakal’ yakni dokter
spesialis Radiologi, Bily Zukyawan dan dokter spesialis Telinga, Hidung
dan Tenggorokan (THT), Farida Nurhayati lantaran kerap mangkir kerja di RS yang dipimpinnya. Padahal,
sejatinya, kedua dokter itu telah diberi kebijakan untuk masuk kerja selama dua
kali dalam sebulan. Tapi lacur, meski telah diberian kemudahan seperti itu, keduanya
terus ‘mbalelo’ dengan jarang masuk. "Saya sudah mengambil
sikap, keluarkan. Mending saya ambil yang baru. Daripada jadi duri dalam
daging," tuturnya sesaat sebelum menghadiri rapat diruang ruang rapat kantor
Pemkab setempat, Kamis (26/9)
lalu.
Septi
menyatakan, tindakan kedua oknum dokter 'nakal' itu sudah tidak dapat
ditoleransi karena membawa dampak bagi pelayanan kesehatan di RS yang
dipimpinnya. Selain itu, polah kedua oknum dokter itu juga sempat menjadi
sorotan komite medik RS Ryacudu, Kotabumi. "Komite medik complain
(mengeluh) karena akibat tindakan kedua dokter itu, pelayanan RS kepada
masyarakat terganggu. Para dokter spesialis lainnya juga terganggu. Jadi, saya
akan keluarkan (dokter). Kita kan bisa ambil dari luar (dokter)," kata dia
seraya menjelaskan masih menunggu laporan resmi dari komite medik terkait hasil
rapat mengenai kedua dokter itu.(Feaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar