Selasa, 03 Juni 2014

Kotabumi (SL) - Kebijakan 'nyeleneh' dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Utara terhadap para rekanan yang mendapat proyek diwilayahnya. Dimana mulai tahun ini, Pemkab mewajibkan seluruh rekanan untuk melampirkan surat persetujuan dari Kepala Desa/Lurah dan Camat terkait proyek yang dikerjakannya. Kebijakan ini tentu patut dipertanyakan karena tidak mempunyai landasan hukum. Selain itu, kebijakan baru ini juga bak dua bilah mata pedang yang berlawanan. Satu sisi memudahkan para perangkat Pemerintahan seperti Camat dan Kepala Desa mengawasi setiap proyek diwilayahnya masing - masing. Namun disisi lainnya, kebijakan ini membuka peluang ladang - ladang pungutan liar baru. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Wawan Alifa Marzuki ketika dikonfirmasi terkait kebijakan ini membenarkan adanya kebijakan baru tersebut. Ia berdalih kebijakan ini akan sangat bermanfaat bagi para perangkat Pemerintahan seperti Camat dan Kepala Desa dalam mengawasi setiap proyek diwilayahnya masing - masing. ”Ini upaya kita, agar kades dan camat dapat melakukan sosial kontrol terhadap hasil pembangunan yang ada diwilayahnya masing - masing," kelitnya, Selasa (3/6). Wawan mengakui bahwa kebijakan pembuatan surat persetujuan dari camat atau kades tersebut tidak ada dalam aturan pelaksanaan proyek. Ide kebijakan ini muncul saat pelaksanaan Rakorbang (Rapat Koordinasi Pembangunan) beberapa waktu lalu. Dimana saat itu, banyak dari perangkat Pemerintahan yang kurang mengetaui ihwal pembangunan baik yang sudah maupun yang tengah dikerjakan oleh para rekanan. Padahal, sebagai perangkat pemerintahan, mereka harus mengetahui perkembangan diwilayahnya sehingga dapat mengurangi pengajuan proyek yang sama ditahun berikutnya. "Karena itu, agar jalinan koordinasi antara pihak rekanan dengan pimpinan Kecamatan dan Desa lebih baik, maka kita minta para rekanan untuk menunjukan surat persetujuan dari Camat dan Kades," katanya lagi. Kendati begitu, Wawan menjanjikan akan meninjau ulang pemberlakuan kebijakan surat pernyataan persetujuan bilamana menimbulkan persoalan baru seperti kutipan liar. "Tentunya akan kita tinjau ulang bila nanti kebijakan ini malah menyebabkan persoalan baru," tuntasnya. Ditempat berbeda, Ketua DPD Gerakan Supremasi Hukum Indonesia (Geshindo) Lampura, M. Rozi Ardiansyah menyatakan bila kebijakan tersebut sepatutnya ditiadakan karena akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian harinya. Terlebih kebijakan itu tidak ada dalam aturan seperti Perpres nomor 80 tahun 2010 yang mengatur tentang proyek. "Camat dan Kades itu bukan termasuk tim tehnis monitoring pekerjaan. Jadi surat persetujuan mereka itu tidak perlu dilampirkan di dalam pengajuan pencairan termin akhir PHO (Serah Terima Pekerjaan, Red) di BPKA," tutup dia.(Feaby)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...